Artikel ini merupakan artikel lanjutan dari Apa Tujuan Sebenarnya Saya Belajar Bahasa Mandarin (Bagian 1)
Tak bisa mengelak dari kenyataan bahwa waktu bergerak maju,
saya pun melanjutkan tahun-tahun sekolah dasar dan sekolah menengah saya dengan
kehidupan biasa. Masa-masa itu, kalau kembali saya ingat, merupakan salah satu
masa yang cukup indah. Cukup indah karena saya hidup dengan orang tua yang
menyayangi saya sepenuh hati dan teman-teman yang mengasihi dengan tulus. Di
luar sekolah, saya tidak belajar keterampilan apapun ataupun bahasa asing
apapun. Hal ini yang agak saya sesali sekarang. Betapa saya menyadari masa muda
saya telah agak terbuang sia-sia.
Things change, people change.
Saya akhirnya menduduki bangku menengah atas. Saya makin
menyadari pentingnya belajar untuk masa depan. Saya mengintip teman-teman saya
yang mempunyai hal lain yang mereka banggakan. Ada mereka yang piawai menarikan
jari di atas piano, ada yang paling jago kalau sudah berada di lapangan, ada
yang tubuhya bisa mengalun dengan mudah bersama musik, macam-macam. Lalu saya
bercermin pada diri saya sendiri, apa yang bisa saya lakukan?
Pertanyaan itu pada akhirnya membawa saya pada sebuah
keputusan. Saya memutuskan untuk mengikuti kursus bahasa mandarin. Waktu itu
rasa ketidaksukaan saya pada bahasa mandarin sudah mulai berkurang. Ya, mungkin
benar kata orang, waktu mengubah segalanya. Masih dengan tema belajar bahasa
mandarin yang sama, “Iseng-Iseng Berhadiah”.
Jadilah dua kali dalam seminggu saya belajar bahasa ini.
Waktu itu tujuan pertama saya adalah untuk mengisi kekosongan waktu. Dan tujuan
pertama itu terpenuhi dikarenakan waktu saya lumayan banyak tersita untuk
belajar bahasa mandarin. Ternyata benar kata orang, tak kenal maka tak sayang.
Dulu mungkin saya belum mengenal bahasa mandarin secara mendalam, sehingga saya
tidak mencintai bahasa ini. Namun seiring kami(baca:saya dan bahasa mandarin)
menghabiskan waktu bersama, ada satu rasa yang timbul. Ada kerinduan yang
mendalam di saat saya tidak berjumpa dengan bahasa ini.
Saya belajar bahasa ini setiap hari, hampir sepanjang waktu.
Saya jatuh cinta dengan keunikan dan kompleksitas yang dimiliki huruf-huruf
dalam bahasa mandarin. Saya merasa tertantang untuk mengingat bentuknya.
Mengingat aksara-aksara mandarin merupakan latihan yang baik untuk perkembangan
otak. Jadilah saya, bangun tidur belajar bahasa mandarin, setelah sarapan pagi belajar
bahasa mandarin, sehabis mandi pagi belajar bahasa mandarin, sehabis makan
siang, sehabis A sehabis B, tambahkan dengan kata-kata belajar bahasa mandarin.
Kebiasaan ini terus saya jalani selama satu setengah tahun.
Segala kantuk dan investasi waktu itu ternyata membuahkan hasil. Kemajuan
berbahasa mandarin saya menjadi sangat cepat. Dalam waktu satu setengah tahun
saya bisa meludeskan beberapa buku, yang orang-orang tertentu sewajarnya hanya
mampu menghabiskan satu atau dua buku saja untuk buku itu.
Kepercayaan diri saya mulai meningkat setelah saya
berpartisipasi dalam sebuah lomba pidato mandarin. Walaupun saya tidak menjadi
pemenang dalam lomba itu, tapi ada perasaan bangga tersendiri ketika saya
berani mengikuti lomba tepat satu hari sebelum Ujian Nasional, menyampaikan
mimpi saya tentang bahasa mandarin kepada puluhan juri yang duduk berjejer di
barisan paling depan dengan ratusan penonton yang kemampuan berbahasa
mandarinnya jauh di atas saya. Saya mulai menyadari saya mencintai bahasa ini
semenjak saat itu. Sejak saat itu, saya berkomitmen untuk tidak pernah
meninggalkan bahasa ini dalam suka maupun duka, dalam sehat maupun sakit.
Mimpi saya ini terwujud sewaktu kuliah. Bermodalkan nekat
saya melamar menjadi guru dan singkat cerita saya diterima. Sampai saat ini
saya masih mengajar dan sering membocorkan rahasia kepada murid-murid saya
tentang bagaimana cara mengingat huruf-huruf mandarin dengan mudah. Tips
tersebut telah saya praktekkan kepada diri sendiri dan puluhan murid saya dan
terbukti efektif dalam mendukung proses belajar bahasa mandarin mereka.